MENJADI GURU PENULIS
Menjadi penulis memang tidaklah
mudah. Namun, pada hakikatnya setiap profesi mempunyai rintangan yang sama.
Tergantung bagaimana cara masing-masing orang memandang dan menyikapinya bisa
berbeda-beda. Banyak orang tidak mau menulis karena tidak tahu cara memulainya.
Yang lainnya tidak berani menulis karena takut gagal. Alasan-alasan klise itu
jika tidak diobati, maka akan menimbulkan sifat malas, dan pada akhirnya naskah
tidak selesai.
All beginings are hard (setiap permulaan itu sukar) pepatah ini benar adanya. Solusinya
adalah dengan cara memulai, mulai dari fase yang sederhana (ringan) sampai pada
fase yang rumit (berat). Menulis itu ibarat orang memulai lari kecil (jogging).
Pada lima menit pertama, sendi-sendi kaki mengejang kaku dan tidak nyaman, napas
mulai sesak, dan badan terasa berat. Pada lima menit kedua, kaki sudah semakin
pegal dan napas tidak mau berkompromi lagi. Pada lima menit ketiga, napas
tersengal-sengal dan kaki sudah tidak mampu bergerak lagi dan orang tersebut
akhirnya terhenti.
Jika kita bisa mengatasi lima belas
menit pertama, napas kita mulai terkontrol, kaki mulai tidak kaku, dan tenaga
tetap ada. Setelah lima belas menit, kita bisa bertahan jogging tiga puluh
menit sampai empat puluh menit. Bila kegiatan ini kita lakukan tiap hari, kita
akan ketagihan karena pegal-pegal di pinggang yang disebabkan oleh kelebihan
kolestrol hilang. Penulis juga mengalami hal ini ketika baru memulai menulis.
Begitu banyak alasan dan gangguan yang menghalangi sehingga niat menulis
tertunda-tunda.
Segala sesuatunya perlu proses, tidak
ada pekerjaan bisa di dapat secara instan. Begitu juga dengan halnya dengan
menulis, perlu proses dan menikmati segala proses itu dengan baik. Seperti pendaki
gunung, mencapai puncak bukan saja kebahagian sejatinya. Kebahagian pendaki adalah
ketika bisa melalui proses mendaki dari segala rintangan yang dihadapi sehingga
mencapai puncak. Banyak penulis menyerah pada proses, mulai dari susah
mendapatkan ide, membuat draf ide, dan eksekusi ide dalam tulisan.
Menulis adalah aktifitas yang tidak
bisa dipisahkan dari seorang guru. Menulis dalam artian sempit tentu berkaitan
dengan mencatat semua rencana dan laporan pembelajaran. Dalam artian luas, guru
dituntut untuk bisa memahami tentang membuat karya ilmiah, artikel pendidikan,
dan buku-buku pendidikan. Tapi pada kenyataannya masih sedikit guru yang melakukannya.
Pertanyaannya, apakah guru punya
kemampuan untuk menulis? Jawabannya adalah punya kemampuan. Hanya saja butuh
motivasi yang tinggi untuk seorang guru menjadi seorang penulis. Guru bisa mengawalinya
menulis pelajaran yang diajarkan sendiri. Hal tersebut dapat mengurangi
ketergantungan terhadap buku cetak yang di produksi oleh penerbit.
Peluang jadi penulis terbuka lebar
bagi guru. Guru memiliki kedekatan dengan siswa tentu akan banyak sekali cerita
dalam proses interaksi belajar mengajar. Cerita ini bisa menjadi bahan tulisan
bagi guru. Pengalaman juga bisa menjadi sebuah inspirasi buat guru dalam
menganalis berbagai hal persoalan pendidikan dari sudut pandang seorang guru.
Menjadi guru penulis adalah bagian
dari pengembangan karir guru. Profesi ini bisa menjadi sampingan bagi guru
selain tugas rutin mengajar. Banyak media cetak dan penerbit yang menghargai
tulisan para guru. Honor didapat bisa menambah penghasilan seorang guru, dan
profesi ini relefan dengan guru dibandingkan profesi lainnya. Ilmu yang ditulis guru dalam karya tulis akan
menjadi amal kebaikan yang tidak terputus, keuntungan yang didapat dunia dan
akhirat.
Sekarang bagaimana mengatakan kepada
guru bila kita berpikir bahwa kita bisa berhasil, kita akan berhasil. Sebaliknya,
bila kita berpikir bahwa kita bisa gagal, kita sudah gagal. Bukankah satu
kegagalan, seribu keberhasilan menunggu di depannya. Penulis yang berhasil menjadikan kegiatan menulisnya
sebagai suatu kebiasan. Mari para guru kita budayakan menulis, dan saya yakin
ini sangat bermanfaat.
Mantaaapp pak syal...
BalasHapusMakin siip
BalasHapus